Berbagai Hambatan dalam Penerapan
Kebijakan Moneter Inflation Targeting
I. PENDAHULUAN
Sebagaimana
diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung
sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita
ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas
inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak
modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa
pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.
Kebijakan moneter dengan menerapkan
target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar.
Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke
arah makin kecilnya peran pemerintah. Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
Penerapan
kebijakan moneter dengan menggunakan target inflasi (inflation targeting)
ini diharapkan dapat menciptakan fundamental ekonomi makro yang kuat. Makalah
ini akan membahas berbagai hal yang berkaitan dengan target inflasi, yang
meliputi pengertian, evolusi teori, prasyarat, karakteristik dan elemen target
inflasi. Agar dapat mengetahui dengan jelas kondisi ekonomi nasional Indonesia
hingga tahun 2000 ini, maka dalam pembahasan juga dipaparkan tentang
perkembangan ekonomi makro Indonesia.
II. PEMBAHASAN
1. Perkembangan Ekonomi Makro di Indonesia
Sejak Tahun 1980-an.
Program
pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1970-an dan
menunjukkan perkembangan yang pesat sejak tahun 1980-an. Pada masa itu pemerintah memberikan
banyak kemudahan bagi para investor yang akan berinvestasi di bidang keuangan
dan perbankan. Hingga pertengahan tahun 1990-an perekonomian Indonesia terlihat
semakin kuat dan mulai terpandang di dunia internasional. Dalam artikel ini
akan dibahas perkembangan ekonomi di Indonesia saat mulai berkembang tahun
1980-an hingga terjadinya krisis moneter pada tahun 1997.
2.
Perkembangan Moneter Perbankan.
Krisis
moneter di Indonesia telah memporak-porandakan sektor keuangan yang sebelumnya
tengah berkembang pesat sejak tahun 1980-an. Dalam upaya pemulihan sektor
keuangan Indonesia, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter sejak tahun
1998. Bentuk nyata restrukturisasi dilakukan dengan cara menyehatkan bank dan
memberikan independensi kepada Bank Sentral. Meski telah menelan banyak biaya
dan telah dilaksanakan lebih dari tiga tahun, namun proses penyehatan sistem
moneter belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
3.
Kebijakan Moneter
Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru
sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan
kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice
versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi
dan ongkos yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh
saat ini berupa open market operation memerlukan ongkos yang mahal.
Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh
pasar keuangan internasional.
4.
Kebijakan Fiskal.
Berdasarkan
AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan oleh BI,
untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit
anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan
pembayaran bunga hutang. Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun
ternyata besarnya peningkatan penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding
peningkatan pengeluaran.
Dominasi
kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil
menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak seimbang.
5
Prospek Ekonomi Jangka Pendek.
Ditinjau dari aspek ekonomi makro, kinerja perekonomian bukan hanya dipengaruhi
oleh faktor-faktor internal, namun juga dari faktor eksternal. Kondisi ekonomi
sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan keamanan dalam negeri. Untuk
beberapa tahun ke depan, kegiatan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami
peningkatan, dengan asumsi kondisi politik dan keamanan stabil. Peningkatan
pertumbuhan ekonomi
bertumpu pada kenaikan ekspor yang dewasa ini mulai membaik kembali.
6
Target Inflasi.
Pengertian.
Ada
berbagai kebijakan yang biasa dipergunakan oleh pemerintah dalam menangani
permasalahan ekonomi, misalnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Target
inflasi merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan oleh
pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal
ini Bank Indonesia selaku bank sentral menetapkan target laju inflasi untuk
periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target inflasi lebih
berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-kebijakan
moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan konvensional).
Tidak
seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan
target antara besaran moneter, dalam target inflasi diperggunakan proyeksi
inflasi. Kalaupun harus mempergunakan target antara, biasanya akan digunakan
tingkat bunga jangka pendek.
Evolusi Teori.
Inflasi sebagai
sasaran utama dan indepensi bank sentral sebagai pengendali inflasi merupakan
landasan dari target inflasi. Konsep target inflasi ini merupakan produk dari
evolusi teori moneter dan akumulasi pengalaman empiris. Teori-teori moneter
yang memberikan kontribusi bagi pematangan konsep ini meliputi teori klasik
hingga teori modern, antara lain:
·
Teori Klasik >< Teori Keynes.
Menurut
teori Klasik, kebijakan moneter tidak berpengaruh terhadap sektor riil.
Sedangkan menurut teori Keynes, sektor moneter dan sektor riil saling terkait
melalui suku bunga. Berdasarkan perkembangan teori dan pengalaman empirik,
disimpulkan bahwa dalam jangka panjang teori yang sesuai untuk dipergunakan
adalah teori Klasik, sedangkan dalam jangka pendek teori Keynes lebih tepat. Kebijakan
moneter hanya mempunyai dampak permanen pada tingkat harga umum (inflasi).
Dengan kata lain bahwa pembenahan sektor ekonomi dapat dilakukan dengan cara
pengendalian inflasi.
·
Teori klasik
modern >< Teori Keynes.
Salah
satu penganut teori klasik modern, Milton Friedman, mengemukakan bahwa
kebijakan rule lebih baik dibanding discretion. Pendapat tersebut
bertolak belakang dengan teori Keynes. Kemudian, untuk menentukan pilihan atas rule
vs discretion, target inflasi menawarkan suatu framework yang
mengkombinasikan keduanya secara sistematis, yang disebut dengan constrained
discretion. Karena pada dasarnya, dalam praktik kebijakan moneter tidak ada
yang murni rules ataupun murni discretion.
·
Teori kuantitas >< Teori
Keynes.
Teori
Keynes mempergunakan tingkat bunga sebagai sasaran antara, sedangkan dalam
teori kuantitas digunakan jumlah uang beredar. Penggunaan sasaran antara, baik
berupa tingkat bunga maupun kuantitas uang, akan menyebabkan pembatasan diri
terhadap informasi. Guna menghindarkan polemik ini, kebijakan target inflasi
menentukan inflasi sebagai sasaran akhir. Dengan demikian target inflasi
menggunakan mekanisme transmisi yang relevan, tidak harus tingkat bunga ataupun
kuantitas uang. Dengan mengambil inflasi sebagai sasaran akhir, otoritas
moneter dapat lebih bebas dan lebih fleksibel dalam menggunakan semua data dan
informasi yang tersedia untuk mencapai sasaran, karena inflasi dipengaruhi
bukan hanya oleh satu faktor.
·
Teori rational expectations.
Teori rational expectations menyebutkan bahwa faktor
ekspektasi mempunyai peran penting, karena mempengaruhi perilaku dan reaksi
para pelaku ekonomi terhadap suatu kebijakan. Kebijakan moneter hanya dapat
mempengaruhi output dalam jangka pendek, karena setelah ekspektasi
masyarakat berperan, output akan kembali seperti semula. Ekspektasi
masyarakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan yang harus dapat
dikendalikan. Dengan penerapan target inflasi dalam kebijakan moneter, diharapkan
dapat menjadi anchor bagi ekspektasi masyarakat.
·
Teori moneter modern.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern
memasukkan aspek kredibilitas yang bersumber dari masalah time inconsistency.
Artinya bahwa inkonsistensi dalam kebijakan moneter dapat terjadi apabila
otoritas moneter terpaksa harus mengorbankan sasaran jangka panjang (inflasi)
demi mencapai sasaran lain dalam jangka pendek. Agar hal ini tidak terjadi,
maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal, atau setidaknya
menjadi sasaran utama. Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti menghindarkan diri dari
inkonsistensi kebijakan.
7
Prasyarat.
Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai
keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:
- Indepensi Bank Sentral.
Sebenarnya
tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa campur
tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak
dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiskal.
- Fokus terhadap sasaran.
Pengendalian
inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai
oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang bertentangan dengan
sasaran pengendalian inflasi, misalnya sasaran pertumbuhan ekonomi, kesempatan
kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral
tidak menetapkan sasaran lain dan berfokus pada sasaran utama pengendalian
inflasi.
- Capacity to forecast inflation.
Bank
Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi secara
akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.
- Pengawasan instrumen
Bank
Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen kebijakan
moneter.
- Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.
Dengan
pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka kepercayaan
masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan semakin meningkat.
- Fleksibel sekaligus kredibel
Biasanya,
kebijakan yang fleksibel akan cenderung kurang kredibel dan hal itu merupakan
dilema dalam penentuan kebijakan. Aturan Taylor (Taylor’s rule) dapat
dipergunakan sebagai pedoman untuk mengatasi dilema tersebut.
8
Karakteristik.
Dalam mengatur/menggunakan
instrumen, kebijakan target inflasi ini lebih berwawasan ke depan. Hal ini
dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, yaitu:
- Dalam kebijakan ini target dan indikator inflasi ditentukan terlebih dahulu dan dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
- Dalam kebijakan ini juga dibuat prediksi inflasi di masa yang akan datang. Prediksi dilakukan dengan mempergunakan data besaran moneter, tingkat bunga, kurs, harga aset, harga barang industri dan sebagainya.
- Melakukan review terhadap kinerja kebijakan moneter. Hasil tinjauan tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja selanjutnya.
9
Elemen-elemen.
Berdasarkan
teori dan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen dalam
target inflasi terdiri atas:
- Sasaran target inflasi.
Sasaran
utama dalam kebijakan target inflasi adalah pengendalian inflasi. Kalau ada
sasaran-sasaran lain di samping sasaran ini, maka sasaran yang lain harus
tunduk pada sasaran utama.
- Laporan pelaksanaan
Mestinya,
publik perlu untuk mengetahui sasaran kebijakan ini. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka hasil yang telah dicapai oleh kebijakan ini harus dimonitor, dilaporkan
dan diumumkan secara periodik. Ini penting bagi publik agar dapat mengukur
keberhasilan kebijakan ini, karena akan berpengaruh terhadap ekspektasi
masyarakat.
- Independensi
Dengan
adanya independensi dalam menentukan kebijakan, maka peluang tercapainya
sasaran akan lebih maksimal.
- Komunikasi
Dalam
pelaksanaan kebijakan ini perlu adanya komunikasi yang efektif terhadap publik
tentang cara-cara pencapaian sasaran inflasi dan mekanisme transmisi yang
jelas.
- Data dan informasi
Data
dan informasi yang relevan, terbaru dan lengkap diperlukan untuk melakukan
analisis kebijakan yang prima.
10 Prospek.
Kebijakan target inflasi ini telah dilaksanakan di
negara-negara Selandia Baru, Kanada, Inggris, Finlandia, Swedia, Australia,
Spanyol, Korea dan Filipina. Negara-negara tersebut mendapatkan keberhasilan
dalam menekan laju inflasi dengan penerapan kebijakan ini.
Seperti halnya Indonesia, negara-negara tersebut
sebelumnya juga mempergunakan kebijakan moneter dengan target antara. Karena
adanya kesamaan permasalahan dan latar belakang, maka diharapkan pelaksanaan
target inflasi di negara kita juga akan dapat menuai keberhasilan.
11 Berbagai Hambatan Dalam Pelaksanaan Targat Inflasi.
Meski
kebijakan target inflasi ini cukup menjanjikan, namun sebenarnya terdapat
banyak hambatan yang berkaitan dengan banyaknya prasyarat yang harus dipenuhi
dalam pelaksanaannya di Indonesia. Ditambah dengan adanya faktor lain yang juga
menjadi kendala dalam pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat,
hambatan-hambatan dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Hambatan dalam menciptakan independensi
- Sulitnya menciptakan independensi bank sentral, karena
hingga saat ini sistem pemerintahan Indonesia tidak memungkinkan untuk
memberikan kewenangan penuh terhadap suatu lembaga/otoritas dalam menjalankan
fungsi pengawasan instrumen keuangan. Dengan kata lain bahwa pemerintah tidak
dapat benar-benar tidak turun campur tangan dalam urusan lembaga pengawas,
meski lembaga tersebut disebut lembaga independen. Para pejabat dalam lembaga
tersebut digaji oleh pemerintah, yang berarti loyalitas mereka terhadap
pemerintah tak diragukan lagi. Hal ini jelas-jelas menyebabkan fungsi pengawasan
tak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
- Hambatan dalam memprediksi inflasi.
-
Kemampuan untuk memprediksi inflasi
merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kebijakan target inflasi. Kemungkinan
besar, peramalan inflasi di Indonesia akan sulit dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan kondisi politik dan keamanan yang boleh dikatakan tidak
menentu akhir-akhir ini. Padahal, stabilitas nasional sangat berperan dalam
menentukan kondisi ekonomi suatu negara. Untuk saat ini, para investor masih
beranggapan bahwa negara kita tidak cukup kondusif bagi investasi. Isu-isu
seputar politik dan keamanan daerah sudah rawan untuk memporak-porandakan
perekonomian nasional. Jika stabilitas belum tercapai, mustahil dapat
memprediksi dengan cermat.
- Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan
transparan.
- Pelaksanaan kebijakan target inflasi secara konsisten dan
transparan juga akan sulit terwujud. Tingkat korupsi di Indonesia yang
sedemikian tinggi akan mempersulit pemerintah dalam meraih kepercayaan dari
masyarakat. Juga maraknya praktik kolusi yang menyebabkan sikap masyarakat
semakin apatis dan enggan berpartisipasi dalam pelaksanaan pemulihan krisis
ekonomi. Kebijakan target inflasi belum tentu didukung oleh masyarakat, kecuali
apabila lembaga pelaksana kebijakan ini dapat meyakinkan masyarakat bahwa
aparaturnya negara bersih dan bebas korupsi.
- Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan
kredibel.
- Menjalankan kebijakan secara fleksibel sekaligus kredibel
juga bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Jika kebijakan diberlakukan secara
lentur, maka akan membuka kesempatan korupsi dan kolusi, sehingga menyebabkan incredible.
Demikian juga sebaliknya, apabila kebijakan ini lebih berfokus pada
kredibilitas, maka akan timbul sifat inflexible.
- Tingkat keparahan krisis.
-
Faktor lain adalah tingkat keparahan
krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sudah tergolong akut, sehingga
penanganannya juga lebih sulit dibanding negara-negara lain. Mungkin kebijakan target inflasi ini
berhasil diberlakukan di negara-negara lain, namun belum tentu akan sesuai
diberlakukan di Indonesia.
III. KESIMPULAN
-
Kondisi
perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis memerlukan upaya pemulihan
dengan menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan yang diterapkan berupa inflation
targeting yang telah berhasil mengentaskan problem inflasi di berbagai
negara di dunia.
-
Target inflasi
dicetuskan dari perkembangan evolusi teori-teori ekonomi dan dalam
pelaksanaannya ditentukan oleh kondisi suatu negara dengan prasyarat-prasyarat
untuk keberhasilan sistem ini.
-
Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter diharapkan dapat mengembangkan kebijakan yang secara
efektif dapat memulihkan stabilisasi ekonomi jangka pendek dan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi berkelanjutan, dengan ongkos yang minimal.
-
Pemulihan
kondisi ekonomi yang stabil bukan hanya ditentukan oleh faktor internal, namun
juga faktor eksternal, misalnya kondisi politik dan keamanan negara.
-
Target inflasi
nampaknya akan sulit untuk diberlakukan sebagai salah satu kebijakan moneter di
Indonesia, mengingat berbagai hambatan yang harus dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA :
- Adiningsih, Sri. 2000. "Perkembangan Moneter
Perbankan Indonesia". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan
BI, MM UGM, 29 September.
- Bernanke, B. and Mihov. 1997. "What Does the Bundesbank
Target?" European Economic Review.
- Boediono. 2000. "Inflation Targeting".
Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.
- Fischer, Stanley. 1993. "The Role of Macroeconomic
Factors in Growth". Journal of Monetary Economics.
- Goeltom, Miranda S. 2000. "Perkembangan Ekonomi
Makro Indonesia". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI,
MM UGM, 29 September.
- Mishkin, F.S. 1999. "International Experience with
Different Monetary Policy Regimes". Journal of Monetary Economics.
- Nopirin. 2000. "Kebijakan Moneter Dengan Target
Inflasi". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM,
29 September.
- Saudagaran, S.M. and Diga, J.G. 2000. "The
Institutional Environment of Financial Reporting Regulation in ASEAN". The
International Journal of Accounting.