Balanced Scorecard Sebagai
Alternatif untuk Mengukur Kinerja
I. PENDAHULUAN
Perkembangan dunia bisnis yang
semakin kompetitif menyebabkan perubahan besar luar biasa dalam persaingan,
produksi, pemasaran, pengelolaan sumber daya manusia, dan penanganan transaksi
antara perusahaan dengan pelanggan dan perusahaan dengan perusahaan lain.
Persaingan yang bersifat global dan tajam menyebabkan terjadinya penciutan laba
yang diperoleh perusahaan-perusahaan yang memasuki persaingan tingkat dunia.
Hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki keunggulan pada tingkat dunia yang
mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen, mampu menghasilkan produk
yang bermutu, dan cost effevtive (Mulyadi, 1997).
Perubahan-perubahan tersebut
mendorong perusahaan untuk mempersiapkan dirinya agar bisa diterima di
lingkungan global. Keadaan ini memaksa manajemen untuk berupaya menyiapkan,
menyempurnakan ataupun mencari strategi-strategi baru yang menjadikan
perusahaan mampu bertahan dan berkembang dalam persaingan tingkat dunia. Oleh
karena itu perusahaan dalam hal ini manajemen harus mengkaji ulang prinsip-prinsip
yang selama ini digunakan agar dapat bertahan dan bertumbuh dalam persaingan
yang semakin ketat untuk dapat menghasilkan produk dan jasa bagi masyarakat.
Kunci persaingan dalam pasar global
adalah kualitas total yang mancakup penekanan-penekanan pada kualitas produk,
kualitas biaya atau harga, kualitas pelayanan, kualitas penyerahan tepat waktu,
kualitas estetika dan bentuk-bentuk kualitas lain yang terus berkembang guna
memberikan kepuasan terus menerus kepada pelanggan agar tercipta pelanggan yang
loyal (Hansen dan Mowen, 1999). Sehingga meningkatnya persaingan bisnis memacu
manajemen untuk lebih memperhatikan sedikitnya dua hal penting yaitu
"keunggulan" dan "nilai".
Penilaian atau pengukuran kinerja
merupakan salah satu faktor yang penting dalam perusahaan. Selain digunakan
untuk menilai keberhasilan perusahaan, pengukuran kinerja juga dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusaan, misalnya untuk
menentukan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Pihak manajemen juga
dapat menggunakan pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi
pada periode yang lalu.
Pemakaian penilaian kinerja
tradisional yaitu ROI, Profit Margin dan Rasio Operasi sebetulnya belum cukup
mewakili untuk menyimpulkan apakah kinerja yang dimiliki oleh suatu perusahaan
sudah baik atau belum. Hal ini disebabkan karena ROI, Profit Marjin dan Rasio
Operasi hanya menggambarkan pengukuran efektivitas penggunaan aktiva serta laba
dalam mendukung penjualan selama periode tgertentu. Ukuran-ukuran keuangan
tidak memberikan gambaran yang riil mengenai keadaan perusahaan karena tidak
memperhatikan hal-hal lain di luar sisi finansial misalnmya sisi pelanggan yang
merupakan fokus penting bagi perusahaan dan karyawan, padahal dua hal tersebut
merupakan roda penggerak bagi kegiatan perusahaan (Kaplan dan Norton, 1996).
Dalam akuntansi manajemen dikenal
alat analisis yang bertujuan untuk menunjang proses manajemen yang disebut
dengan Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Norton pada tahun 1990. Balanced
Scorecard merupakan suatu ukuran yang cukup komprehensif dalam mewujudkan
kinerja, yang mana keberhasilan keuangan yang dicapai perusahaan bersifat
jangka panjang (Mulyadi dan Johny Setyawan, 1999). Balanced Scorecard
tidak hanya sekedar alat pengukur kinerja perusahaan tetapi merupakan suatu
bentuk transformasi strategik secara total kepada seluruh tingkatan dalam
organisasi. Dengan pengukuran kinerja yang komprehensif tidak hanya merupakan
ukuran-ukuran keuangan tetapi penggabungan ukuran-ukuran keuangan dan non
keuangan maka perusahaan dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih bai.
II PENILAIAN KINERJA DAN BALANCED
SCORECARD
2.1. Kinerja dan Penilaian Kinerja
Kinerja adalah suatu tampilan
keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan
hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam
memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996).
Kinerja merupakan suatu istilah
secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas
dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar
seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi,
pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya.
Adapun kinerja menurut Mulyadi
adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian
organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Tujuan utama dari penilaian kinerja
adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam
memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan
tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi dan Johny setyawan,
1999).
Penilaaian kinerja dapat digunakan
untuk menekan perilaku yang tidak semstinya dan untuk merangsang serta
menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil
kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik
maupun ekstrinsik.
Dengan adanya penilaian kinerja,
manajer puncak dapat memperoleh dasar yang obyektif untuk memberikan kompensasi
sesuai dengan prestasi yang disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban
kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi
dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan
efisien.
Menurut Mulyadi penilaian kinerja
dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk:
-
Mengelola
operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan
secara maksimum.
-
Membantu
pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawannya seperti promosi,
pemberhentian, mutasi.
-
Mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria
seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
-
Menyediakan
umpan balik bagi karyawan mengeai bagaimana atasan mereka menilai kinerja
mereka.
- Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Adapun ukuran penilaian kinerja yang
dapat digunakan untuk manilai kinerja secara kuantitatif (Mulyadi, 1997):
Ukuran Kinerja unggul.
Adalah ukuran kinerja yang hanya
menggunakan satu ukuran penilaian. Dengan digunakannya hanya satu ukuran
kinerja, karyawan dan manajemen akan cenderung untuk memusatkan usahanya pdada
kriteria tersebut dan mengabaikan kriteria yang lainnya, yang mungkin sama
pentingnya dalam menentukan sukses tidaknya perusahaan atau bagian tertentu.
Ukuran kinerja beragam.
Adalah ukuran kinerja yang
menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja. Ukuran kinerja beragam
merupakan cara untuk mengatasi kelemahan kriteria kinerja tunggal. Berbagai
aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga manajer diukur
kinerjanya dengan berbagai kriteria.
Ukuran kinerja gabungan.
Dengan adanya kesadaran beberapa
kriteria lebih penting bagi perusahaan secara keseluruah dibandingkan dengan
tujuan lain, maka perusahaan melakukan pembobotan terhadap ukuran kinerjanya.
Misalnya manajer pemasaran diukur kinerjanya dengan menggunakan dua unsur,
yaitu provitabilitas dan pangsa pasar dengan pembobotan masing-masing 5 dan 4.
Dengan cara ini manajer pemasaran mengerti yang harus ditekankan agar tercapai
sasaran yang dituju manajer puncak.
Dalam manajemen tradisional, ukuran
kinerja yang biasa digunakan adalah ukuran keuangan, karena ukuran keuangan
inilah yang dengan mudah dilakukan pengukurannya. Maka kinerja personil yang
diukur adalah hanya yang berkaitan dengan keuangan, hal-hal yang sulit diukur
diabaikan atau diberi nilai kuantitatif yang tidak seimbang.
Ukuran-ukuran keuangan tidak
memberikan gambaran yang riil mengenai keadaan perusahaan. Hal ini dimungkinkan
karena adanya beberapa metode pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan yang
diakui dalam akuntansi, misalnya depresiasi, pengakuan kas, metode penentuan
laba, dan sebagainya.
2.2. Balanced Scorecard.
Balanced scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja perusahaan dengan
mempertimbangkan empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu:
perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta proses pebelajaran
dan pertumbuhan. Dari keempat perspektif tersebut dapat dilihat bahwa balanced
scorecard menekankan perspektif keuangan dan non keuangan. Pendekatan Balanced
Scorecard dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok yaitu (Kaplan dan Norton,
1996):
- Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham?.
(perspektif keuangan).
- Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan ?
(Perspektif pelanggan).
- Apa yang menjadi keunggulan perusahaan? (Perspektif proses
internal).
- Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan
menciptakan nilai secara berkesinambungan? (Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan).
Sehingga apabila digambarkan,
balanced scorecard akan memberikan kerangka kerja untuk penerjemahaan strategi
ke dalam kerangka operasional sebagai berikut:
Untuk berhasil secara finansial,
apa yang harus kita perlihatkan kepada para pemegang saham?
|
Finansial
] Tujuan
] Ukuran
] Sasaran
] Inisiatif
|
Untuk mewujudkan visi kita apa
yang harus diperlihatkan kepada para pelanggan kita ?.
|
Pelanggan
] Tujuan
] Ukuran
] Sasaran
] Inisiatif
|
|
VISI
DAN
STRATEGI
|
|
Untuk menyenangkan para pemegang
saham dan pelanggan kita. Proses bisnis apa yang harus dikuasai?.
|
Proses bisnis internal
] Tujuan
] Ukuran
] Sasaran
] Inisiatif
|
Untuk mewujudkan visi kita
bagaimana kita memelihara kemampuan kita untuk berubah dan meningkatkan
diri?.
|
Pembelajaran dan pertumbuhan
] Tujuan
] Ukuran
] Sasaran
] Inisiatif
|
Balanced Scorecard memberi kerangka kerja untuk penerjemahan strategi ke dalam
kerangka operasional
2.2.1. Konsep Balanced Scorecard.
Konsep balanced scorecard
berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi konsep tersebut. Kapalan
dan Norton, 1996 menyatakan bahwa Balanced scorecard terdiri dari kartu skor
(scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan
untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan
untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh peronil di masa depan.
Melalui kartu skor, skor yang akan diwujudkan personil di masa depan
dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini
digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personil yang bersangkutan.
Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personil diukur
secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan
jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh sebab itu personil harus
mempertimbangkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non
keuangan, antara kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja
yang bersifat intern dan yang bersifat ekstern jika kartu skor personil
digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan.
Balanced scorecard memperkenalkan empat proses manajemen yang baru, yang
terbagi dan terkombinasi antara tujuan strategik jangka panjang dengan
peristiwa-peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah (Kaplan dan
Norton, 1996):
Menterjemahkan
visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk
menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan
sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang
akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi
yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan
bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik,
tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan ukuran
pencapaiannya.
Komunikasi dan
Hubungan.
Balanced
scorecard memperlihatkan
kepada setiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang
menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen karena oleh tujuan tersebut
dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk
itu, balanced scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang
terdiri dari tiga kegiatan:
- Comunicating and educating
- Setting Goals
- Linking Reward to Performance Measures
Rencana Bisnis
Rencana bisnis memungkinkan
organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka.
Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam program yang
mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang
lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk
mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan
tetapi dengan menggunakan balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan
sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan
menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
Umpan Balik dan Pembelajaran.
Proses keempat ini akan memberikan
strategic learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat
sistem perusahaan, maka perusahaan dapat melaukan monitoring terhadap apa yang
telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek, dari tiga pespektif yang ada
yaitu: konsumen, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan
untuk dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi. Keempat proses
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
- Memperjelas dan Menerjemahkan visi dan strategi
o Memperjelas visi
o Menghasilkan Konsensus
- Merencanakan dan Me-netapkan sasaran
o Menetapkan sasaran
o Memadukan inisiatif strategis
o Mengalokasikan sumber daya
o Menetapkan tonggak-tonggak penting
- Mengkomunikasikan dan Menghubungkan
o Mengkominikasikan dan mendidik
o Menetapkan tujuan
o Mengkaitkan imba-lan dengan ukuran kinerja
o
Balanced
scorecard
- Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis
o Mengartikulasikan isi bersama
o Memberikan umpan balik strategis
o Memfasilitasi tinjauan ulan dan
pembela- jaran strategis
Balanced Scorecard
sebagai suatu kerangka kerja tindakan strategis
2.2.2.Tolok Ukur dalam Balanced
Scorecard.
Perspektif Keuangan (finansial)
Perspektif keuangan tetap menjadi
perhatian dalam balanced scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar
dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi
yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari
tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran
perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang
oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:
Growth (Berkembang)
Berkembang merupakan tahap pertama
dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan
memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau peling tidak memiliki
potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang
manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru,
membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi,
mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung
hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash
flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang
ditanam untuk kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang
lebih besar dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis
operasi yang ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih
terbatas. Sasaran keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan
penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan jasa
baru.
Sustain Stage (Bertahan).
Bertahan merupakan tahap kedua yaitu
suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinbestasi dengan
mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan
berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila
mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan
kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional
secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-stratei jangka
panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat
pengembalian atas investasi yang dilakukan.
Harvest (Panen).
Tahap ini merupakan tahap kematangan
(mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap
investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali
hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi
atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah
memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest
adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa
lalu.
Perspektif Pelanggan.
Pada masa lalu seringkali perusahaan
mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang memperhatikan
kebutuhan konsumen. Sekarang strategi perusahaan telah bergeser fokusnya dari
internal ke eksternal. Jika suatu unit bisnis inin mencapai kinerja keuangan
yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan
suatu produk atau jasa yang bernilai dari biaya perolehannya. Dan suatu produk
akan semakin bernilai apabila kinerjanya semakin mendekati atau bahkan melebihi
dari apa yang diharapkan dan persepsikan konsumen (Heppy Julianto, 2000). Tolok
ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok (Budi W. Soejtipto, 1997):
Kelompok Inti
1). Pangsa pasar: mengukur seberapa
besar pororsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan.
2). Tingkat perolehan para pelanggan
baru: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan
baru.
3). Kemampuan mempertahankan para
pelanggan lama: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelangan-pelanggan
lama.
4). Tingkat kepuasan pelanggan:
mengukur seberapa jauh ppelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan.
5). Tingkat profitabilitas
pelanggan: mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh
perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan.
Kelompok Penunjang.
1). Atribut-atribut produk (fungsi,
harga dan mutu)
Tolok ukur atribut produk
adalah tingkat harga eceran relatif, tingkat daya guna produk, tingkat
pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat ketidak sempurnaan proses
produksi, mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan, kemampuan
sumber daya manusia serta tingkat efisiensi produksi.
2). Hubungan dengan pelanggan
Tolok ukur yang termasuk sub
kelompok ini, tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan
kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan
oleh pramunaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan.
3). Citra dan
reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para pelanggannya dan
masyarakat konsumen.
Perspektif
Proses Bisnis Internal.
Menurut Kaplan
dan Norton 1996, dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa
mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan
melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai
yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh
para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi:
Inovasi.
Inovasi yang
dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan
pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya
produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara
relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk
baru yang berhasil dikembangkan.
Proses Operasi.
Tahapan ini
merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada
para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur
yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat
kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma,
frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan,
banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan
biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi
per kegiatan produksi.
Proses
Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan.
Aktivitas
penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penuimpanan
dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan
berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telalh membeli
produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbakan kerusakan,
layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran.
Perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Perspektif
keempat dalam balanced scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan
untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung
pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan
sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara
kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan
untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Untuk
memperkecil kesenjangan tersebut perusahaan harus melakukan investasi dalam
bentuk reskilling employes. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan
adalah (Kaplan dan Norton, 1996):
Karyawan.
Hal yang perlu ditinjau adalah
kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat
kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa
elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan,
pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan
kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja
merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral, inovasi,
perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai
produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus.
Kemampuan Sistem Informasi.
Perusahaan perlu memiliki prosedur
informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Tolok ukur yang sering
digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan
tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut.
Keunggulan Balanced Scorecard.
Dibandingkan dengan pengukuran
kinerja tradisional yang hanya mengukur kinerja berdasarkan perspektif
keuangan, maka balanced scorecard memiliki beberapa keunggulan (Barbara
Gunawan, 2000):
Komprehensif.
Balanced scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya aspek kuantitatif
saja, tetapi juga aspek kealitatif. Aspek finansial dilengkapi dengan aspek
customer, inovasi dan market development merupakan fokus pengukuran integral.
Keempat perspektif menyediakan keseimbangan antara pengukuran eksternal seperti
laba pada ukuran internal seperti pengembangan produk baru. Keseimbangan ini
menunjukkan trade off yang dilakukan oleh manajer terhadap ukuran-ukuran
tersebut untuk mendorong manajer untuk mencapai tujuan tanpa membuat trade off
di antara kunci-kunci sukses tersebut melalui empat perspektif. Balanced
scorecard mampu memandang berbagai faktor lingkungan secara menyeluruh.
Adaptif dan Responsif terhadap
Perubahan Lingkungan Bisnis.
Pengukuran aspek keuangan
tradisional melaporkan kejadian masa lalu tanpa menunjukkan cara meningkatkan
kinerja di masa depan. Aspek customer, inovasi dan pengembangan, learning
memberikan pedoman terhadap customer yang selalu berubah preferensinya.
Fokus terhadap tujuan perusahaan.
Adapun tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai pada setiap perspektif adalah (Barbara Gunawan, 2000):
Perspektif Keuangan.
Terwujudnya tanggung jawab ekonomi
melalui penerapan pengetahuan manajemen dalam pengolahan bisnis dan peningkatan
produktivitas yang dikuasai personil.
Perspektif Customer.
Terwujudnya tanggung jawab sosial
sehingga perusahaan dikenal secara luas sebagai perusahaan yang akrab dengan
lingkungan.
Perspektif Proses Bisnis Internal.
Terwujudnya pelipatgandaan kinerja
seluruh personil perusahaan melalui implementasi.
Perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan
Terwujudnya keunggulan jangka
penjang perusahaan lingkungan bisnis global melalui pengembangan dan pemfokusan
potensi sumber daya manusia.
III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
APLIKASI BALANCED SCORECARD
Dalam penelitian Nomura Research
Institute (NRI) Papers No. 45, 1 April 2002 dikemukakan bahwa Jepang sudah
beberapa tahun lalu mengintroduksikan pola kerja balance scorecard (BSC) terhadap
lebih dari 20 perusahaan (Morisawa, 2002:3). Dari hasil penelitiannya, NRI
dapat memberi kesimpulan bahwa berdasarkan pengalaman-pengalaman perusahaan
yang menerapkan pengukuran kinerja dengan balanced scorecard tersebut
merasakan bahwa balanced scorecard memang memiliki keunggulan yang
dirangkum menjadi lima point sebagai berikut:
Balanced scorecard dapat digunakan untuk melakukan perbaikan keseimbangan di
antara sasaran-sasaran jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Dapat menciptakan pemahaman strategi
perubahan dengan menyusun atau menetapkan indikator-indikator non-finansial
kuantitatif disamping indikator-indikator finansial.
Mengurangi keragu-raguan atau
kekaburan dengan tetap menjaga indikator-indikator non finansial kuantitatif.
Mempromosikan proses pembelajaran
organisasi melalui suatu pengulangan siklus hipotesis verifikasi.
Memperbaiki platform strategi
komunikasi secara umum dalam organisasi yang mencerminkan keterkaitan antara
pimpinan dan bawahan. NRI mengemukakan salah satu contoh kasus yang spektakuler
tentang keberhasilan penerapan Balanced scorecard yang berimplikasi pada
perbaikan kinerja perusahaan seperti yang dialami oleh perusahaan KANSAI
ELECTRIC POWER CO. LTD, perusahaan terbesar kedua di Jepang yang memproduksi
dan mensuplai kebutuhan listrik di Jepang. Perusahaan ini memperkenalkan cara
kerja baru yang disebut "Linked Contract" yang kinerjanya diukur
dengan Balanced Scorecard.
Murphy and Russel (2002:2) menemukan
bahwa penggunaan Balanced Scorecard dapat menggantikan Costumer
Relationship Management (CRM) Strategi, yakni suatu strategi dimana
perusahaan mencoba mengelola hubungan yang baik dengan para pelanggan untuk
menciptakan nilai tambah untuk para pelanggan dan untuk perusahaan itu sendiri.
Hal ini ditunjukkan bahwa lebih dari setengah proyek-proyek CRM tidak
menghasilkan nilai tambah apapun bagi perusahaan, dan 50% dari CRM Strategy tetap
saja mengalami kegagalan dalam penerapannya di dunia bisnis, namun Balanced
Scorecard dapat menggantikannya.
R. Abdul Haris dalam penelitiannya
terhadap 64 BUMD di Jawa Timur menemukan bahwa kinerja BUMD tergolong baik,
terutama perspektif keuangan yang seluruh indikatornya (pertumbuhan pendapatan,
efisiensi biaya, peningkatan laba dan pemanfaatan aktiva/ strategi investasi).
Namun ditemukan pula adanya beberapa perspektif yang perlu dibenahi yaitu:
perspektif pelanggan yakni pencapaian kuantitas produksi serta pangsa pasar
yang dimiliki, perspektif proses bisnis internal yakni jaringan hubungan dengan
pemasok dan pengendalian kualitas, serta perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan yakni peningkatan kinerja dan pemenuhan kebutuhan karyawan.
IV. KESIMPULAN
Dalam menilai kinerja suatu
perusahaan, ukuran-ukuran keuangan saja dinilai kurang mewakili. Hal ini
disebabkan karena ukuran-ukuran keuangan memiliki beberapa kelemahan yaitu
(Mulyadi, 1997): Pendekatan finansial bersifat historis sehingga hanya mampu
memberikan indikator dari kinerja manajemen dan tidak mampu sepenuhnya menuntun
perusahaan kearah yang lebih baik. Pengukuran lebih berorientasi kepada
manajemen operasional dan kurang mengarah kepada manajemen strategis. Tidak
mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan bagian struktur
aser perusahaan.
Balanced scorecard dapat digunakan
sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang lebih komprehensif dan
tidak hanya bertumpu pada pengukuran atas dasar perspektif keuangan saja. Hal
ini terbukti dengan adanya manfaat-manfaat yang dirasakan oleh
perusahaan-perusahaan yang menerapkannya.
DAFTAR PUSTAKA :
-
Gunawan, Barbara, 2000, Menilai
Kinerja Dengan Balanced Scorecard, Manajemen, No 145, September, Halaman
36-40.
-
Hansen dan Mowen, 2000,
Management Accounting, International Thompson Publishing, Ohio.
-
Haris, R. Abdul, 2004, Pengaruh
Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik Terhadap Kinerja BUMD Serta
Implikasinya dalam PAD Kota/Kabupaten di Jawa Timur, Disertasi Program
Pasca Sarjana Merdeka Malang.
-
Helfert, Erich. A, 1996, Teknik Analisis
Keuangan (Petunjuk Praktis Untuk Mengelola dan Mengukur Kinerja Perusahaan),
Edisi 8, Jakarta: Erlangga.
-
Julianto, Heppy, 2000, Mengukur
Kepuasan Pelanggan, Manajemen, No 138, Februari, Halaman 34-35.
-
Kaplan, Robert S dan David P.
Norton, 1996, Balanced Scorecard: Translating Strategy Into Action,
Boston: Havard Business School Press.
-
Morisawa, Toru, 2002, Building
Performance Measurement System with the Balanced Scorecard Approach, NRI
Papers. No. 45, 1 April 2002.
-
Mulyadi, 1999, Strategic
Management System Dengan Pendekatan Balanced Scorecard (Bagian Pertama Dari
Dua Tulisan), Usahawan, No 02, Tahun XXVIII, Februari, Halaman 39-46.
-
-------------------, Strategic
Management System Dengan Pendekatan Balanced Scorecard (Bagian Akhir
Dari Dua Tulisan), Usahawan, No 03, Tahun XXVIII, Maret,
-
Halaman 36-41.
-
Mulyadi dan Johny Setyawan, 1999, Sistem
Perencanaan Dan Pengendalian Manajemen, Yogyakarta: Aditya Media.
-
Murphy, Kevin dan Randy Russell,
2002, To Beat the odds against succesful CRM, Use Gartner’s CRM Process map
together with the Balanced Scorecard framework, Report Internet, July 2002.
-
Soetjipto, Budi W, 1997, Mengukur
Kinerja Bisnis Dengan Balanced Scorecard, Usahawan, No 06, Tahun XXVI,
Juni, Halaman 21-25.